MAKALAH SOSIOLOGI
Dwijayanti Syam I 111 11 039
St. Nur Ramadhani I
111 11 054
Hamri I
111 11 255
Eko Pramono I
111 11 276
Syamsuria I
111 11 293
M. Yusuf I
111 11 315
Syamsul Mardi I
111 11 338
Darwis I
111 11 374
Fitriani I
111 11 901
Ruslan I
111 11 903
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Struktur Sosial Masyarakat Pedesaan
Laporan :
Disususun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata
Kuliah
Sosiologi Peternakan (108 I 1102) di Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Kelompok : XIII (Tigabelas)
Asisten
Kelompok
Badri
Dwi Meyldi
Muhammad
Erik Kurniawan
|
Telah
Diperiksa dan Disetujui Oleh :
Koordinator
Asisten
Muhammad
Darwis, S.Pt, M.Si
|
Diketahui Oleh
Dr. Sitti Nurani
Sirajuddin S.Pt, M.Si
NIP.
19710521 199702 2 002
Tanggal Pengesahan : Mei 2012
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu Alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat
Allah SWT. karena berkat rahmat,hidayah dan izin-Nyalah sehingga Laporan Praktek Sosiologi Masyarakat
Pedesaan ini dapat terselesaikan.
Laporan ini merupakan salah satu syarat
kelulusan pada Mata Kuliah Sosiologi Peternakan di Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman terutama
bagi penulis.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan ini hasil yang diperoleh masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun cara penyampainnya. Namun itulah yang
terbaik yang mampu dilakukan oleh kami, mulai dari penyusunan laporan sampai
penulisan laporan ini, banyak
mengalami hambatan. Dan tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Dr. Sitti Nurani
Sirajuddin S.Pt, M.Si (koordinator Mata Kuliah Sosiologi Peternakan), Syahdar
Baba, S.Pt, M.Si
(koordinator Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan) dan Bapak Ir. Hamid
Hoddin, MS, serta Ibu Agustina Abdullah, S.Pt, M.Si, sebagai dosen- dosen kami.
2.
Muhammad
Darwis, S.Pt, M.Si selaku koordinator asisten yang banyak memberi bantuan dan
pengarah dalam pelaksaan praktek lapang ini.
3.
Badri Dwi Meyldi
sebagai asisten kelompok kami yang banyak membantu dalam menyelesaikan laporan
kami.
4.
Kedua Orang Tua kami
yang telah memberi perhatian dan pengertian baik dari segi materi maupun dari segi
kasih sayang.
5.
Dan teman- teman yang
telah memberi informasi mengenai Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan
ini.
Dalam proses
pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu kami menerima kritik
atau saran teman-teman, dosen dan pembaca, demi kesempurnaan untuk laporan
kedepannya.
Makassar, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..............................................................................................
i
DAFTAR
TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sosiologi (1829) yang berasal
dari kata latin “socias” yang berarti “kawan” dan kata yunani “Logos” yang
berarti “kata” atau “berbicara”. Jadi sosiologi berarti “berbicara mengenai
masyarakat”. Bagi Auguste Comte, Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir dari pada perkembangan ilmu
pengetahuan yang harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi
perihal keadaan masyarakat.
Sosiologi
pedesaan mempelajari kehidupan sosial
organisasi atau kelompok beserta perubahan-perubahannya sebagaimana konsekuensi
dari adanya proses sosial. Objek study Sosiologi pedesaan adalah seluruh penduduk
dipedesaan yang menerus atau sementara tinggal di desa.
Pemaknaan struktur sosial akan
sangat berkaitan dengan komunitas sebagai satu kesatuan system social.
Komunitas adalah suatu unik atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam
kelompok-kelompok dan kepentingan bersama, baik bersifat fungsional maupun
teritorial.
Struktur sosial menunjukkan
pada fakta bahwa tindakan individu-individu yang berinteraksi dipolakan dalam
kaitan dengan posisi masing-masing dalam interaksi tersebut. Konsep struktur sosial
yang di maksud adalah pola-pola dalam pengorganisasian sosial, yaitu
berhubungan antar status dan peranan yang relatif bersifat mantap. Struktur
sosial merupakan jaringan dari unsure sosial pokok dalam masyarakat : kelompok
sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi, kekuasaan, dan wewenang. Hal
inilah yang melatar belakangi dilakukannya Praktek Lapang Sosial Peternakan.
I.2. Maksud Dan Tujuan
Maksud dari kegiatan Praktik
Lapang Sosiologi ini adalah untuk melihat dan mengetahui secara langsung apa
saja berhubungan dan interaksi sosial Peternakan Ayam Ras Petelur di kecamatan
Marikengange, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.
Tujuan dari pelaksanaan Praktik
Lapang Sosiologi ini adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara
berinteraksi dengan masyarakat pedesaan di Kabupaten Sidrap dan membandingkan
dengan teori.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Ayam Petelur
Asal mula ayam petelur berasal
dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan ukurannya sedang. Tahun demi
tahun ayam hutan dari berbagai wilayah didunia ini diseleksi secara ketat oleh
para pakar. Arak seleksi ditujukan pada produksi yang banyak. Karena ayam hutan
tadi dapat di ambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak
dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi
daging dikenal dengan Ayam Broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal
dengan ayam petelur. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga
menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Menginjak awal tahun
1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan
masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain
selain ayam liar itu. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak
mengenal banyak klasifikasi ayam. (Rasyaf, 2007).
Ayam
yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode itu adalah ayam ras
petelur White Leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya.
Antipasti orang terhadap daging ayam ras cukup lama sehingga menjelang akhir
periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan Ayam Broiler yang memang
khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna atau ayam petelur cokelat
mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai
klasifikasi sebagai petelur pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam
ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam kampung
mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan ketat
inilah yang menandakan maraknya peternakan ayam petelur. ( Rasyaf, 2007)
Ayam petelur merupakan hasil
rekayasa genetic berdasarkan karakter-karakter dari ayam-ayam yang sebelumnya
ada. Perbaikan-perbaikan genetic terus diupayakan agar mencapai performance
yang optimal, sehingga dapat memproduksi telur dalam jumlah yang banyak. Salah
satu keuntungan dari telur ayam petelur adalah produksi telurnya yang lebih
tinggi dibandingkan produksi telur ayam buras dan jenis unggas lainnya (Rasyaf,
2007).
Ayam petelur yang diharapkan
hendak diambil telurnya untuk keperluan konsumsi harian harus dipelihara dekat
dengan pemeliharaannya sebagai wujud perhatian dan harapan pemeliharaan pada
ayam tersebut. Ayam itu dikurung untuk pemeliharaan telurnya agar mudah diambil
sehingga ia tidak dapat mencari makan sendiri. Semua kebutuhan ayam terpenuhi
oleh pemeliharaannya. Oleh karena itu, pemeliharaan ayam sebaiknya mengetahui
jenis makanan dan cara pemberiannya agar ayam dapat berproduksi dengan baik.
Makanan dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan ayam secara optimal. Untuk
semua itu dibutuhkan beberapa faktor yang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Tanah
atau areal untuk mengusahakan peternakan ayam. Tanah ini sebaiknya merupakan
lading bisnis yang menguntungkan dan mempunyai persyaratan teknis dan bisnis.
2. Modal
kerja, modal ini untuk mengoperasikan peternakan hingga menjadi handal dalam
bisnis.
3. Tenaga
kerja dan pengetahuan ikut menentukan kualitas suatu peternakan. (Rasyaf 2007).
II.2 Pengertian Desa
Desa merupakan satu kesatuan
hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa dan mengadakan
pemerintahan sendiri. Desa terjadi bukan hanya dari satu tempat kediaman
masyarakat saja, namun terjadi dari satu induk desan dan beberapa tempat kediaman
. Sebagaian darimana hukum yang terpisahkan yang merupakan kesatuan tempat
tinggal sendiri kesatuan, mana pendukuhan, ampean, kampung, cantilan, beserta
tanah perikanan darat, tanah hutan dan tanah belukar. (Anomim, 2009).
Desa menurut Undang-Undang
Pemerintahan Daerah No 5/1979 adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah
terendah langsung di bawah camat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan NKRI (bermakna desa bukan daerah otonom). Dan yang
dimaksud dengan desa menurut Sukardjo Kartohadi adalah suatu kesatuan hukum
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat dengan pemerintahannya sendiri.
Sedangkan menurut Bintaro desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi,
sosial, ekonomi, politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah lain
(Anonim, 2009).
Menurut Paul H. Landis, desa
adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut
(Anonim, 2010)
1. Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
2. Ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan.
3. Cara
berusahan (ekonomi) adalah agrasis yang paling umum yang sangat dipengaruhi
alam sekitar seperti : Iklim, Keadaan Alam, Kekayaan Alam, sedangkan pekerjaan
yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Masyarakat pedesaan ditantai
dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesam warga desa, yaitu
perasaan setiap atau anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa
seseorang merasa merupakan bagian yang tiedak dapat dipisahkan dari masyarakat
dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedua untuk
berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat,
karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling
menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan
kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun
yang menjadi cirri masyarakat desa antara lain (Anonim, 2010) :
·
Didalam masyarakat pedesaan
di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya diluar batas wilayahnya.
·
System kehidupan
umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
·
Sebagian besar warga
masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
·
Masyarakat tersebut
homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan sebagainya.
Desa mempunyai beberapa unsure
diantaranya (Anonim, 2009)
a. Daerah,
merupakan luas dan batas lingkungan geografis setempat.
b. Penduduk,
hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata
pencaharian, penduduk desa setempat.
c. Tata
kehidupan, menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa.
Fungsi desa, sebagai berikut
(Anonim, 2010) :
a. Sebagai
suatu daerah pemberian makanan pokok seperti : padi, jagung, ketela, disamping
bahan makanan lain, seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan
lain yang berasal dari hewan seperti telur, daging, dan juga susu.
b. Sebagai
lumbung bahan mentah dan tenaga kerja.
c. Dari
segi kegiatan kerja desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa
industri, desa nelayan, dsb.
II.3 Hakikat Dan Sikap Masyarakat Pedesaan
Para ahli atau sumber bahwa
masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal dipedesaan dengan mata pencarian
yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang
secara sepintas dinilai orang-orang kota sebagai masyarakat yang adem-ayem,
sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari
segala kesibukan, keramaian, dan keraweran atau kekusutan piker ( Ahmad, 2003).
Masyarakat pedesaan mempunyai
sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat dan kepercayaan masyarakat
sekitar yang membuat masyarakat pedesaan kaku, tetapi asalkan tidak melanggar
hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang
ramah (Ahmad, 2003).
Pada hakikatnya masyarakat
pedesaan adalah masyarakat penduduk seperti sebagai petani yang menyiapkan
bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat sebagai
pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah
berfikir maju dan keluar dari hakikat itu. Sehingga masyarakat pedesaan
mengenal berbagai macam gejala sosial, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab
bahwa didalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.
Gejala-gejala sosial itu adalah (Soekanto, 2000) :
a.
Konflik
(Pertenangan)
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar
pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga.
b. Kontraversi
(Pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan
oleh perubahan konsep-konsep
kebudayaan
(adat –istiadat0, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black
magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau kontraversi ini dari sudut kebiasaan
masyarakat.
c.
Kompetensi
(Persiapan)
Masyarakat pedesaan adalah
manusia pada biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi
sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan
bisa negatif.
Kegiatan pada masyarakat pedesaan
mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang tinggi terhadap mereka
yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain, jadi jelas bahwa masyarakat
pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktifitas (Soekarto,
2000).
II.4 Interaksi Sosial Massyarakat Pedesaan
Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara
orang-orang perorangan, antara kelompok manusia, serta antara orang perorangan
dan kelompok manusia. Interaksi sosial menurut Astrid, S. Susanto adalah hubungan
antar manusia yang menghasilkan suatu proses akhirnya memungkinkan.
Pembentukkan struktur sosial. Hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan
arti serta interprestasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
interaksi ini (Kingsley, 1960.
Pola-pola hubungan interaksi
sosial, antara lain (Soekanto, 2000)
a. Interaksi
sosial antara individu dan individu.
b. Interaksi
sosial antara kelompok sosial dan kelompok sosial.
c. Interaksi
sosial antara individu dan kelompok sosial.
Interaksi sosial akan berlangsung
apabila terjadi saling aksi dan reaksi antara kedua belah pihak. Suatu
interaksi sosial harus terjadi dua arah dan menuntut kegiatan timbale balik.
Dari hasil penelitian para ahli, proses interaksi sosial baru akan berlangsung
jika suatu aktivitas menciptakan aksi atau mempengaruhi orang lain untuk
bereaksi. Berlangsungnya suatu proses interaksi yang didasarkan pada berbagai
faktor, antara lain faktor (Soekanto, 2000) :
a. Imitasi,
suatu tindakan yang menirukan tindakan, nilai, norma atau ilmu pengetahuan
orang atau kelompok yang berinteraksi.
b. Sugesti,
timbul apabila seseorang menerima suatu pandangan atau sikap orang lain secara
tidak rasional.
c. Identifikasi,
kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain.
d. Simpati,
suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain.
Faktor-faktor tersebut dapat
bergerak sendiri-sendiri atau secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung
(Kingsley, 1960). Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila
tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
1.
Adanya kontak sosial,
suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, akan tetapi juga
tanggapan terhadap tindakan tersebut (Robert, 1921).
2.
Adanya komunikasi yang
memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompok
manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadi kerja sama
tetapi bisa juga terjadi pertikaian karena salah faham atau karena
masing-masing tidak mau mengalah (Emory, 1961).
Pentingnya ada kontak sosial
dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial, dapat diuji pada suatu
kehidupan yang terasing (Isolation). Kehidupan terasing yang sempurna ditandai
dengan ketidak mampuan mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak alin
(Robert, 1921).
II.5 Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan
Pemerintah selama ini cenderung
terkonsentrasi di daerah perkotaan, pertumbuhan pasar dperkotaan memang tidak
terkait dengan pedesaan disekitarnya. System distribusi dari desa ke kota masih
tidak efisien. Hal itu diperparah dengan infrastruktur jalan yang tidak memadai
serta kondisi pasar yang belum memenuhi kebutuhan industri pengelohan dan
perdangan dipedesaan. Kondisi ini mengakibatkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat pedesaan jauh tertinggal dibandingkan masyarakat yang tinggal
diperkotaan. Padahal hampir sebagian
dasar masyarakat kita tinggal dipedesaan dengan sumber pendapatan utama dari
sector pertanian, akan tetapi kenapa perekonomian dipedesaan tertinggal
(Effendi, 1991).
Jumlah penduduk dan angka
tenaga kerja dipedesaan tiap tahun terus bertambah, akan tetapi lapangan kerja
ataupun usaha tidak berkembang yang mengakibatkan pengangguran bertambah.
Akibatnya generasi muda dipedesaan lari keperkotaan hanya untuk mengadu nasib,
potensial dipedesaan, hal itu akan berdampak terhadap hilangnya sumber daya
manusia potensial dipedesaan, sehingga tidak ada yang membangun daerah
pedesaan, aktivitas ekonomi dipedesaan pun terus tertinggal. Sehingga dengan
kondisi ini Pemerintah bukan hanya sadar dan tahu tentang itu akan tetapi harus
dibuktikan dengan melakukan tindakan pelaksanaan melakukan pembangunan ekonomi
dipedesaan dan memanfaatkan SDM yang ada (Sumaryanto, 1991).
Manusia sebagai makhluk sosial
dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi, inti dari
masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia
jumlahnya terbatas (Effendi, 1991).
Masyarakat pedesaan dalam kehidupan
sehari-harinya menggantungkan pada alam
dan pemeliharaannya. Alam merupakan segalanya bagi penduduk pedesaan, karena
alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengelola
alam dengan peralatan yang sangat sederhana, untuk dipetik hasilnya guna
memenuhi kebutuhannya. Seperti yang diketahui masyarakat pedesaan yang sering
diindentikan sebagai masyarakat agraris yaitu : masyarakat yang kegiatan
ekonominya terpusat pada sekter pertanian dan juga peternakan. Selain menjadi
petani, masyarakat pedesaan juga menjadi peternak dimana hasil dari ini dapat
menjadikan sebagai mata pencahariannya dan sebagai kehidupan ekonomi masyarajat
pedesaan (Effendi, 1991).
Sektor ini merupakan penting
bagi perekonomian kebanyakan didaerah berkembang pada taraf permulaan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun pemerintah tidak memberi perhatian untuk
mengadakan perubahan dibidang pertanian maupun peternakan yang dimana sebagai
mata pencaharian tersebut menjadi mata pencarian utama pada masyarakat yang
tinggal dipedesaan.
Dan
seharusnya pemerintah juga mengadakan pembangunan pedesaan agar masyarakat
tinggal didesa tidak mengalami ketertinggalan (Soentoro, 1991).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
PRAKTEK
III.1 Metodologi
Praktek
a.
Waktu
dan Tempat
Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat
Pedesaan dilaksanakan pada hari Jum’at – Minggu tanggal April 2012 di Desa
Allakuang, Kecamatan Mangtengngae, Kabupaten Sidrap (Sidenreng Rappang).
b.
Metode
Praktek
Metode Praktek yang digunakan pada
Praktek Lapang Sosiologi Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae,
Kabupaten Sidrap yaitu Wawancara, Observasi dan Kuestioner.
1) Wawancara
adalah proses penggalian informasi melalui Tanya Jawab antara pewawancara
(Interviwer) dengan Narasumber (Interviewe).
2) Observasi
adalah proses mendapatkan informasi-informasi terhadap suatu proses atau objek
dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dan sebuah fenomena
dan kemudian memahami pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya.
3)
Kuestioner
adalah suatu teknik pengumpulan
informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap-sikap, keyakinan,
perilaku dan karakteristik beberapa orang terutama didalam organisasi yang bisa
terpengaruh oleh system yang diajukan atau oleh system yang sudah ada.
c.
Jenis
dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada Praktek
Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae,
Kabupaten Sidrap yaitu ada 2 sebagai berikut :
1) Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau
perilaku yang dapat diamati.
2) Kuantitatif
yaitu penelitian yang melibatkan pengukuran tingkatan suatu cirri tertentu.
Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas
perhitungan presentase, rata-rata, kuadrat, dan perhitungan statistic lainnya.
Sumber
data yang digunakan pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa
Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap ada dua yaitu :
a) Data primer
adalah data yang diperoleh dari sumber asli atau melalui narasumber yang tepat
dan yang dijadikan responden dalam penelitian.
b) Data sekunder
yaitu data yang sudah tersedia, sehingga datanya tinggal dicari dan
dikumpulkan. Misalnya diperpustakaan, perusahaan-perusahaan,
organisasi-organisasi perdagangan, biro pusat statistik dan kantor-kantor
pemerintah.
Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae
Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan memiliki batas-batas wilayah berdasarkan
letak geografisnya yaitu sebagai berikut :
a. Sebelah
Utara : Desa Tanete Kecamatan
Maritengngae.
b. Sebelah
Selatan : Kelurahan Tangpulu
Kecamatan Tellulimpoe.
c. Sebelah
Timur : Kelurahan Arateng
Kecamatan Tellulimpoe.
d. Sebelah
Barat : Desa Takkasi Kecamatan
Maritengngae.
1.
Data
Populasi Ternak
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap mayoritas populasi
ternak penduduk yaitu ternak ayam kampung tetapi selain itu Masyarakat Desa
Allakuang, ada juga yang beternak Sapi, Bebek, Kuda, Kambing, Anjing dan
Kucing.
No
|
Jenis Ternak
|
Jumlah Pemilik
|
Perkiraan Jumlah
Populasi
|
1
|
Sapi
|
4 Orang
|
27 Ekor
|
2
|
Ayam Kampung
|
-
|
29.807 Ekor
|
3
|
Bebek
|
31 Orang
|
5.753 Ekor
|
4
|
Kambing
|
13 Orang
|
155 Ekor
|
5
|
Anjing
|
118 Orang
|
127 Ekor
|
6
|
Kucing
|
146 Orang
|
177 Ekor
|
7
|
Kuda
|
1 Orang
|
3 Ekor
|
Jumlah
|
339 Orang
|
36.049 Ekor
|
Sumber : Data Sekunder Desa Allakkuang, 2010.
Dari tabel 1
dapat dilihat di Desa Allakuang ini terdapat beberapa jenis ternak yaitu Sapi
dengan Jumlah Pemilik 4 Orang dengan Jumlah Populasi 27 Ekor, Ayam Kampung
dengan Jumlah Pemilik Tidak Diketahui dan Jumlah Populasi 29.807 Ekor, Bebek
dengan Jumlah Pemilik 37 Orang dan Jumlah Populasi 5.753 Ekor, Kambing dengan
Jumlah Pemilik 23 Orang dan Jumlah Populasinya 155 Ekor. Kuda dengan Jumlah
Pemilik 1 Orang dengan Jumlah Populasi 3 Ekor dan Anjing dengan Jumlah Pemilik
146 Orang dan Jumlah Populasinya 177 Ekor. Jadi Jumlah Total Pemilik Ternak
yaitu 339 Orang dan Jumlah Populasinya yaitu 36.049 Ekor.
2.
Data
Luas Area Pertanian
Berdasarkan data
yang diperoleh dari Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap
mengenal kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan mayoritas penduduk memiliki
kurang dari 1 ha tetapi selain itu ada juga keluarga yang tidak memilik lahan
dapat diihat pada tabel berikut :
Allakuang
No
|
Luas Lahan Pertanian
|
Jumlah Penduduk
|
1
|
Tidak memilik lahan
|
-
|
2
|
Memiliki kurang dari 1 ha
|
470
Keluarga
|
3
|
Memiliki 1.0 ha – 5.0 ha
|
49
Keluarga
|
4
|
Memiliki 5.0 ha – 10 ha
|
-
|
5
|
Memiliki lebih dari 10 ha
|
-
|
Jumlah
|
519 Keluarga
|
Sumber
: Data Sekunder Desa Allakuang, 2010
Dari tabel 3.2
di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya di Desa Allakuang, Kecamatan
Maritengngae ada 470 keluarga yang memiliki kurang dari 1 ha dan ada 49
keluarga yang memiliki 1.0 ha – 5.0 ha. Jumlah total pemilik 519 keluarga.
III.3 Metode Pengumpulan Data
1.
Jumlah
Responden
Berdasarkan
Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di peroleh 5 Responden atas Nama
Muslimin, Ahmat, Baharuddin, Upriati, dan Iskandar.
2.
Alamat
Responden
Berdasarkan Praktek Lapang Sosiologi
Masyarakat Pedesaan, Alamat
dari 5 Responden yaitu Dusun I, II
dan III di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap.
3.
Metode
Wawancara
Berdasarkan
metode wawancara yang dilakukan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae,
Kabupaten Sidrap yaitu :
a)
Wawancara mendalam
(Indepth Interview) Yaitu cara mengumpulkan data yang sering digunakan dalam
penelitian kualitatif. Wawancara mendalam merupakan wawancara untuk menggali
informasi tentang pandangan, kepercayaan, pengalaman, pengetahuan perilaku
informasi mengenai suatu hal secara utuh dengan menggunakan kuesioner.
b)
Alat Komunikasi yaitu
cara pengambilan informasi dari responden dengan cara merekam, sehingga data
yang diperoleh lebih objektif dan reliable serta waktu yang dibutuhkan dalam
menginterprestasinya lebih efisien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakteristik
Responden
Masyarakat
Desa Allakuang ramah pada pendatang, hal ini terbukti dengan kesediaan mereka
untuk memberikan tempat tinggal selama penelitian berlangsung.
Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari hasil wawancara di Desa Allakuang, Kecamatan
Maritengngae, Kabupaten Sidrap pada pelaksanaan Praktek Lapang Sosiologi
Masyarakat Pedesaan sebagai berikut :
1.
Berdasarkan Tingkat
Umur
Pada
Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Kecamatan Maritengngae
dilihat dari umur Responden dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
No
|
Umur
Responden
|
Nama
|
1
|
32 Tahun
|
Ahmat
|
2
|
39 Tahun
|
Baharuddin
|
3
|
40 Tahun
|
Upriati
|
4
|
47 Tahun
|
Muslimin
|
5
|
57 Tahun
|
Iskandar
|
6
|
31 Tahun
|
Rahmat
|
7
|
52
Tahun
|
M.
Salifuddin
|
8
|
52
Tahun
|
Jumaina
|
9
|
20
Tahun
|
Kamal
|
10
|
34
Tahun
|
Abdul
Gafar
|
11
|
33
Tahun
|
Surianti
|
12
|
29
Tahun
|
Sahabuddin
|
13
|
55
Tahun
|
Arsyad
|
14
|
45
Tahun
|
Arsyad
|
15
|
43 Tahun
|
Hj.
Fahsiah
|
16
|
26 Tahun
|
Hikmatul. J
|
17
|
36 Tahun
|
Irahma S,Pd
|
18
|
40 Tahun
|
Muliani
|
19
|
25 Tahun
|
Risna
|
20
|
48 Tahun
|
Zyamsiah
|
21
|
21 Tahun
|
Sirman
|
22
|
29 Tahun
|
Jabir
|
23
|
29 Tahun
|
Muhammad Nasir, S.E
|
24
|
34 Tahun
|
Nurdiana
|
25
|
60 Tahun
|
Wa’ Damang
|
26
|
28 Tahun
|
Agus
|
27
|
63 Tahun
|
Hamsah
|
28
|
18 Tahun
|
Gusti
|
29
|
29 Tahun
|
Rahmawati
|
30
|
45 Tahun
|
Muh. Umar
|
31
|
33 Tahun
|
Kaswali
|
32
|
22 Tahun
|
Baharuddin
|
33
|
27 Tahun
|
Masna
|
34
|
45 Tahun
|
Rusli
|
35
|
36 Tahun
|
Paddi
|
36
|
42 Tahun
|
Syahrudin Hasyim
|
37
|
42 Tahun
|
Kasmawati
|
38
|
53 Tahun
|
H. Ibrahim
|
39
|
54 Tahun
|
Kajuding
|
40
|
65 Tahun
|
Mustapa
|
41
|
45 Tahun
|
Dahlia
|
42
|
24 Tahun
|
Fitria
|
43
|
52 Tahun
|
H. Tahan
|
44
|
37 Tahun
|
Ikhsan
|
45
|
20 Tahun
|
Muh.Yunus
|
46
|
32 Tahun
|
Muh. Anton
|
47
|
34 Tahun
|
Nurjannah
|
48
|
25 Tahun
|
Saiful
|
49
|
50 Tahun
|
Rukman
|
50
|
30 Tahun
|
Abd. Raqib
|
Sumber : Data Primer yang sudah diolah di Desa
Allakuang, 2012
Berdasarkan
tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata umur responden berkisar antara 18-65
tahun, umur tersebut tergolonmg umur yang produktif karena masyarakat di Desa
Allakuang mampu mengelolah usaha ternaknya tanpa mementingkan faktor usia. Hal
ini seusai dengan pendapat Damandiri (2010), yang menyatakan bahwa umur
seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktifitas petani dalam mengelola
usaha ternaknya dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan
berfikir, semakin muda umur petani, maka
cenderung memiliki sifat yang kuat dan dinamis dalam mengelola usaha ternaknya,
sehingga mampu bekerja lebih kuat dari peternak yang sudah berumur tua.
2.
Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Pada Praktek
Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae
dilihat dari tingkat pendidikan reponden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Allakuang
No
|
Tingkat Pendidikan
|
Nama
|
1
|
SMP
|
Muslimin
|
2
|
SMP
|
Baharuddin
|
3
|
SMP
|
Upriati
|
4
|
SMA
|
Ahmad
|
5
|
SMA
|
Iskandar
|
6
|
SMA
|
Rahmat
|
7
|
SI
|
M.
Salifuddin
|
8
|
SD
|
Jumaina
|
9
|
SMA
|
Kamal
|
10
|
SMA
|
Abdul
Gafar
|
11
|
SMA
|
Surianti
|
12
|
SMA
|
Sahabuddin
|
13
|
Tidak Tamat SD
|
Arsyad
|
14
|
SMA
|
Arsyad
|
15
|
SMA
|
Hj. Fahsiah
|
16
|
SMA
|
Hikmatul. J
|
17
|
SI
|
Irahma S,Pd
|
18
|
SMA
|
Muliani
|
19
|
Perguruan Tinggi
|
Risna
|
20
|
SMEA
|
Zyamsiah
|
21
|
SMA
|
Firman
|
22
|
SMK
|
Jabir
|
23
|
SI
|
Muhammad Nasir, S.E
|
24
|
SD
|
Nurdiana
|
25
|
SD
|
Wa’ Damang
|
26
|
SD
|
Agus
|
27
|
SMA
|
Hamsah
|
28
|
SD
|
Gusti
|
29
|
SMA
|
Rahmawati
|
30
|
SMA
|
Muh. Umar
|
31
|
SD
|
Kaswali
|
32
|
SMA
|
Baharuddin
|
33
|
Tidak Tamat SD
|
Masna
|
34
|
SD
|
Rusli
|
35
|
Tidak Tamat SD
|
Paddi
|
36
|
SMA
|
Syahrudin Hasyim
|
37
|
SMP
|
Kasmawati
|
38
|
SMP
|
H. Ibrahim
|
39
|
SMP
|
Kajuding
|
40
|
SD
|
Mustapa
|
41
|
SMP
|
Dahlia
|
42
|
D2
|
Fitria
|
43
|
SD
|
H. Tahan
|
44
|
SMP
|
Ikhsan
|
45
|
Perguruan Tinggi
|
Muh.Yunus
|
46
|
SMA
|
Muh. Anton
|
47
|
SI
|
Nurjannah
|
48
|
D2
|
Saiful
|
49
|
SMA
|
Rukman
|
50
|
SMP
|
Abd. Raqib
|
Sumber
: Data Primer yang sudah diolah Di Desa Allakuang, 2012
Berdasarkan tabel 4.2
di atas dapat dilihat bahwa rata-rata masyarakat di Desa Allakuang tingkat
pendidikannya masih rendah yaitu SI 4
respondena, D2 2 orang responden, Perguruan tinggi 2 orang responden, SMA 19 orang responden, SMP
9 responden, SMP 9 orang, Tidak tamat SD 3 orang responden. Ini membuktikan
bahwa masyarakat di Desa Allakuang kurang peduli dengan pentingnya pendidikan,
mereka merasa lebih baik bekerja. Hal ini sesuai pendapat Fachrudi (2011) yang
menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di desa kebanyakan masih memiliki
pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan faktor ekonomi dan sarana pendidikan/sekolah
dipedesaan masih sangat kurang.
3.
Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Pratek
Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae,
Kabupaten Sidrap dilihat berdasarkan jenis kelamin pada tabel dibawah ini :
No
|
Jenis Kelamin
|
Nama
|
1
|
Laki-Laki
|
Muslimin
|
2
|
Laki-Laki
|
Baharuddin
|
3
|
Laki-Laki
|
Ahmat
|
4
|
Laki-Laki
|
Iskandar
|
5
|
Perempuan
|
Upriati
|
6
|
Laki-Laki
|
Rahmat
|
7
|
Laki-Laki
|
M. Salifuddin
|
8
|
Perempuan
|
Jumaina
|
9
|
Laki-Laki
|
Kamal
|
10
|
Laki-Laki
|
Abdul Gafar
|
11
|
Perempuan
|
Surianti
|
12
|
Laki-Laki
|
Sahabuddin
|
13
|
Laki-Laki
|
Arsyad
|
14
|
Laki-Laki
|
Arsyad
|
15
|
Perempuan
|
Hj. Fahsiah
|
16
|
Perempuan
|
Hikmatul. J
|
17
|
Perempuan
|
Irahma S,Pd
|
18
|
Perempuan
|
Muliani
|
19
|
Perempuan
|
Risna
|
20
|
Perempuan
|
Zyamsiah
|
21
|
Laki-Laki
|
Firman
|
22
|
Laki-Laki
|
Jabir
|
23
|
Laki-Laki
|
Muhammad Nasir, S.E
|
24
|
Perempuan
|
Nurdiana
|
25
|
Laki-Laki
|
Wa’ Damang
|
26
|
Laki-Laki
|
Agus
|
27
|
Laki-Laki
|
Hamsah
|
28
|
Perempuan
|
Gusti
|
29
|
Perempuan
|
Rahmawati
|
30
|
Laki-Laki
|
Muh. Umar
|
31
|
Laki-Laki
|
Kaswali
|
32
|
Laki-Laki
|
Baharuddin
|
33
|
Perempuan
|
Masna
|
34
|
Laki-Laki
|
Rusli
|
35
|
Laki-Laki
|
Paddi
|
36
|
Laki-Laki
|
Syahrudin Hasyim
|
37
|
Perempuan
|
Kasmawati
|
38
|
Laki-Laki
|
H. Ibrahim
|
39
|
Laki-Laki
|
Kajuding
|
40
|
Laki-Laki
|
Mustapa
|
41
|
Perempuan
|
Dahlia
|
42
|
Perempuan
|
Fitria
|
43
|
Laki-Laki
|
H. Tahan
|
44
|
Laki-Laki
|
Ikhsan
|
45
|
Laki-Laki
|
Muh.Yunus
|
46
|
Laki-Laki
|
Muh. Anton
|
47
|
Perempuan
|
Nurjannah
|
48
|
Laki-Laki
|
Saiful
|
49
|
Laki-Laki
|
Rukman
|
50
|
Laki-Laki
|
Abd. Raqib
|
Sumber
: Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012.
Berdasarkan
tabel 4.3 diatas dapat dilihat jenis kelamin yang paling dominan yaitu
laki-laki karena laki-laki merupakan kepala rumah tangga yang memiliki tanggung
jawab yang besar untuk menghidupi
keluarganya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1967) yang
menyatakan bahwa seorang suami adalah kepala keluarga, namun tidak berarti
bahwa istri memiliki status lebih rendah karena ia bertanggung jawab terhadap
kelangsungan keluarga.
4.
Berdasarkan
Tingkat Pendapatan
Pada Praktek
Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae,
Kabupaten Sidrap dapat dilihat berdasarkan tingkat pendapatan pada tabel
dibawah ini :
No
|
Tingkat Pendapatn
|
Nama
|
1
|
Rp. 20.000.000/bulan
|
Muslimin
|
2
|
Rp. 10.000.000/ 6 bulan
|
Baharuddin
|
3
|
Rp. 10.000.000/bulan
|
Ahmat
|
4
|
Rp.
2.000.000/bulan
|
Iskandar
|
5
|
Rp. 1.500.000/bulan
|
Upriati
|
6
|
Rp. 2.000.000/bulan
|
Rahmat
|
7
|
Rp. 10.000.000/bulan
|
M. Salifuddin
|
8
|
Rp. 7.000.000/bulan
|
Jumaina
|
9
|
-
|
Kamal
|
10
|
Rp. 5.000.000/bulan
|
Abdul Gafar
|
11
|
Rp.
1.000.000 /bulan
|
Surianti
|
12
|
Rp.
22.500.000 /bulan
|
Sahabuddin
|
13
|
Rp.
4.000.000 /bulan
|
Arsyad
|
14
|
Rp.
2.000.000 /bulan
|
Arsyad
|
15
|
Rp.1.500.000/bulan
|
Hj.
Fahsiah
|
16
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Hikmatul. J
|
17
|
Rp. 1.500.000/bulan
|
Irahma S,Pd
|
18
|
Rp. 500.000/bulan
|
Muliani
|
19
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Risna
|
20
|
Rp. 2.000.000/bulan
|
Zyamsiah
|
21
|
Rp. 400.000/bulan
|
Firman
|
22
|
Rp. 1.000.000/bulan
|
Jabir
|
23
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Muhammad Nasir, S.E
|
24
|
Rp. 100.000/bulan
|
Nurdina
|
25
|
Rp. 10.000.000/6 bulan
|
Wa’ Damang
|
26
|
Rp. 2.500.000/bulan
|
Agus
|
27
|
Rp. 500.000/bulan
|
Hamsah
|
28
|
Rp. 1.500.000/bulan
|
Gusti
|
29
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Rahmawati
|
30
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Muh. Umar
|
31
|
Rp. 1.000.000/bulan
|
Kaswali
|
32
|
RP. 200.000/bulan
|
Baharuddin
|
33
|
Rp. 300.000/bulan
|
Masna
|
34
|
Rp. 1.500.000/bulan
|
Rusli
|
35
|
Rp. 150.000/bulan
|
Paddi
|
36
|
Rp 625.000/bulan
|
Syahrudin Hasyim
|
37
|
Rp 2.250.000/bulan
|
Kasmawati
|
38
|
Rp 6.000.000/bulan
|
H. Ibrahim
|
39
|
Rp 2.000.000/bulan
|
Kajuding
|
40
|
Rp 11.250.000/bulan
|
Mustapa
|
41
|
Rp. 4.000.000/bulan
|
Dahlia
|
42
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Fitria
|
43
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
H. Tahan
|
44
|
-
|
Ikhsan
|
45
|
Rp. 400.000/bulan
|
Muh.Yunus
|
46
|
Rp. 1.000.0000/bulan
|
Muh. Anton
|
47
|
Rp. 1.000.000/bulan
|
Nurjannah
|
48
|
Rp. 1.000.000/bulan
|
Saiful
|
49
|
Rp. 3.000.000/bulan
|
Rukman
|
50
|
Rp. 1.000.000/bulan
|
Abd. Raqib
|
Sumber
: Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012
Berdasarkan
tabel 4.4 di atas dapat dilihat tingkat pendapatan yang paling tinggi yaitu
Muslimin sebesar Rp 22.500.000/Bulan
sedangkan paling rendah yaitu Nurdina yang hanya sebesar 100.000/bulan bulan,
disebabkan oleh usaha ternak yang dimiliki Sahabuddin memperoleh keuntungan
yang lebih besar sedangkan yang memperoleh pendapatan rendah disebabkan karena
usaha taninya pasang surut. Hal ini sesuai dengan pendapat Aritonang (1993)
yang menyatakan bahwa kegiatan usaha
dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi
semua sarana produksi.
5.
Berdasarkan
Jenis Pekerjaan
Pada Praktek Lapang Sosiologi
Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap
dilihat berdasarkan jenis pekerjaan pada tabel dibawah ini.
No
|
Tingkat
Pendapatan
|
Nama
|
1
|
Peternak
|
Muslimin
|
2
|
Petani
|
Baharuddin
|
3
|
Wiraswasta
dan Kontraktor
|
Ahmat
|
4
|
Pembuat
Batu Nisan
|
Iskandar
|
5
|
Dukun
Beranak
|
Upriati
|
6
|
Peternak
|
Rahmat
|
7
|
Guru/petani
|
M.
Salifuddin
|
8
|
Petani
|
Jumaina
|
9
|
Mahasiswa
|
Kamal
|
10
|
Peternak
|
Abdul
Gafar
|
11
|
Ibu
rumah tangga
|
Surianti
|
12
|
Wiraswasta/Peternak
|
Sahabuddin
|
13
|
Petani
|
Arsyad
|
14
|
Satpol
PP/Petani
|
Arsyad
|
15
|
Ibu
Rumah Tangga
|
Hj. Fahsiah
|
16
|
Peternak/Guru
Mengaji
|
Hikmatul. J
|
17
|
Guru
TK
|
Irahma S,Pd
|
18
|
Ibu
Rumah Tangga
|
Muliani
|
19
|
Mahasiswa/Pegawai
Swasta
|
Risna
|
20
|
Ibu
Rumah Tanngga/Peternak
|
Zyamsiah
|
21
|
Mahasiswa/Karyawan
Toko
|
Firman
|
22
|
Pedagang/Penyanyi
|
Jabir
|
23
|
Wakil
Ketua BPD/Karyawan
|
Muhammad Nasir, S.E
|
24
|
Ibu
Rumah Tangga/Tukang Jahit
|
Nurdina
|
25
|
Petani
|
Wa’ Damang
|
26
|
Peternak
|
Agus
|
27
|
Petani
|
Hamsah
|
28
|
Ibu
Rumah Tangga
|
Gusti
|
29
|
Ibu
Rumah Tangga
|
Rahmawati
|
30
|
Karyawan
PT Pos
|
Muh. Umar
|
31
|
Penjual
nasi kuning/Pengrajin batu nisan
|
Kaswali
|
32
|
Pengerajin
batu nisan
|
Baharuddin
|
33
|
Ibu
Rumah Tangga
|
Masna
|
34
|
Petani/
Pengerajin Nisan
|
Rusli
|
35
|
Pengerajin
Nisan
|
Paddi
|
36
|
Pengrajin
batu & petani
|
Syahrudin Hasyim
|
37
|
IRT
& pengurus ta’lim
|
Kasmawati
|
38
|
Wiraswasta
& pegawai masjid
|
H. Ibrahim
|
39
|
Pension
PU & petani
|
Kajuding
|
40
|
Peternak
& petani
|
Mustapa
|
41
|
Ibu Rumah
Tangga
|
Dahlia
|
42
|
Ibu
Rumah Tangga/Peternak
|
Fitria
|
43
|
Bengkel
|
H. Tahan
|
44
|
Peternak
|
Ikhsan
|
45
|
Kepala
Lingkungan/Guru mengaji
|
Muh.Yunus
|
46
|
Wiraswasta
|
Muh. Anton
|
47
|
Guru/Peternak
|
Nurjannah
|
48
|
Honerer/Peternak
|
Saiful
|
49
|
Wiraswasta
|
Rukman
|
50
|
Pembuat
batu nisan
|
Abd. Raqib
|
Sumber
: Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012.
Berdasarkan
tabel 7 di atas dapat dilihat jenis-jenis pekerjaan dari 50 responden yaitu
peternak yang memiliki jumlah pendapatan yang paling besar di Desa Allakuang.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Soekawi (1986) yang menyatakan bahwa pada
umumnya, ciri-ciri usaha tani yang ada di Indonesia berlahan sempit, permodalan
terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang dinamik, serta
pendapatan petani rendah.
IV.2 Kasus Yang
Diangkat
Berdasarkan
hasil wawancara dengan beberapa responden di Desa Allakuang Kecamatan
Maritengngae Kabupaten Sidrap permasalahan-permasalahan yang sering timbul
yaitu sebagai berikut :
1.
Organisasi/Lembaga
atau Kelompok Sosial tidak sesua dengan fungsinya.
Menurut Muslimin
(47 Tahun) yang berprofesi sebagai peternak mengatakan bahwa kelompok sosial
yang saya ikuti tidak sesuai dengan apa yang saya ketahui tentang kelompok
sosial. Disini kelompok sosial yang saya ikuti hanya sekedar tempat untuk
membeli pakan ternak sehingga saya tidak percaya kalau kelompok-kelompok sosial
dapat mempermudah usaha ternak yang saya tekuni ini sudah lama berkisar 17
tahun dengan biaya sendiri.
2.
Kurangnya
dana untuk membuka usaha sendiri.
Menurut
Baharuddin (39 Tahun) yang berprofesi sebagai butuh tani merasa pendapatan yang
dia peroleh tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Keinginannya untuk
membuka usaha sendiri belum bisa terwujudkan karena minimnya dana dan bantuan
dari pemerintah daerah.
3.
Kurangnya
penyuluhan mengenai masalah peternakan/pertanian di Desa Allakuang.
Menurut
Muslimin (47 Tahun) dan Baharuddin (39 Tahun) di Desa Allakuang hampir tidak
pernah ada penyuluhan. Padahal sebagian peternak/petani di Desa ini memiliki
pengetahuan serta wawasan yang masih kurang untuk dapat memahami permasalahan
yang mereka hadapi dan memikirkan cara menyelesaikan masalah tanpa harus
menimbulkan masalah baru/lain agar dapat mencapai tujuan sehingga tugas agen
penyuluh sangat berarti dan membantu hambatan tersebut dengan cara menyediakan
atau memberikan informasi serta cara menyikapi setiap masalah yang timbul.
4.
Minimnya
Tingkat Pendidikan
Menurut
Abdul Gaffar yang berprofesi sebagai
peternak mengatakan bahwa tidak perlu mengikuti atau membuat kelompok ternak
karena dia merasa tidak ada gunanya, lebih baik beternak sendiri karena lebih
menguntungkan.
5.
Pengenalan
Teknologi kepada masyarakat yang kurang memadai
Menurut
Sahabuddin Teknologi pengolahan pakan
ternak, kurang diperkenalkan kepada masyarakat peternak, sehingga masyarakat
lebih banyak menggunakan atau mengolah pakannya secara tradisonal yang
membutuhkan waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan menggunakan mesin.
IV.3 Pembahasan Kasus
Teori
Structural-Fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam
institusi keluarga. Keluarga sebagai institusi dalam masyarakat mempunyai
prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat dimana
teori ini merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori system umum
dimana pendekatan fungsionalisme yang di adopsi dari ilmu alam, menekankan
pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan system.
Fungsionalisme structural atau analisa system pada prinsipnya berkisar pada
beberapa konsep, namun yang paling dalam mempertahankan hidup dan kesejahteraan
seluruh masyarakat atau sub system utama dari masyarakat tersebut.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan responden pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat
Pedesaan di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap diperoleh
berbagai macam permasalahan yang dihadapi masyarakat di Desa ini yaitu
kurangnya interaksi antara masyarakat dan pemerintah daerah sehingga
mempengaruhi pada struktur sosial dalam berorganisasi atau membentuk kelompok
sosial akibatnya pemerintah daerah disini tidak sesuai dengan konsep fungsinya
padahal kelompok ini dapat mempermudah peternak maupun petani karena memberikan
banyak informasih dan menambah pengetahuan mengenai permasalahan yang biasa
mereka hadapi atau terjadi pada bidang peternakan maupun pertanian. Faktor itu
juga yang menyebabkan tidak adanya penyuluhan di Desa Allakuang sehingga masyarakat
peternak/petani tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas mencakup
bidangnya untuk mendapat memahami permasalahan yang mereka hadapi dan cara
menyelesaikannya. Dan minimnya atau kurangnya modal (dana) merupakan
permasalahan yang dominan dihadapi masyarakat di Desa ini sehingga untuk
membuka usaha sendiri hanya kemungkinan kecil bisa terwujud tetapi sudah ada
beberapa masyarakat yang memiliki usaha ternak/tani sendiri, serta pengenalan
teknologi pengolahan pakan ternak yang kurang diperkenalkan kepada masyarakat,
sehinnga peternak mengolah pakan dengan proses yang lebih lama bila
dibandingkan dengan menggunakan mesin.
Oleh karena itu
teori fungsional struktural menjelaskan setiap bagian tubuh manusia memiliki
fungsi yang jelas dan khas demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam
masyarakat. Setiap lembaga dalam masyarakat tersebut. Functional Inperature
pada Goal Attainment Contohnya Pemerintah bertugas untuk mencapai tujuan umum
pendapat ini dikemukakan oleh Taloot Parsons (1960).
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan
praktek lapang yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa
Allakkuang, Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap memiliki permasalahan
permasalahan yang sering timbul yaitu rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya
investasi atau modal sehingga masyarakat sulit untuk memajukan usaha atau
membuka usaha sendiri, organisasi atau lembaga kelompok sosial yang tidak
sesuai dengan fungsinya, kurangnya penyuluhan mengenai masalah peternakan atau
pertanian, serta pengenalan teknologi kepada masyarakat yang kurang memadai.
Kasus atau masalah ini timbul karena kurangnya sosialisasi atau penyuluhan
kepada masyarakat, dan interaksi sosial yang kurang terjalin serta tidak
berfungsinya teori stuktural fungsional
di dalam masyarakat setempat. Adapun solusi yang dapat kami usulkan yaitu
sebaiknya pemerintah setempat berperan akif dalam dalam menangani masalah atau
kasus sosial yang terjadi serta memberikan fasilitas kepada masyarakat sehingga
masyarakat dapat berorganisasi dalam suatu kelompok sosial.
B.
Saran
Saran kami
selama praktek lapang sosiologi perkotaan dan perdesaan yaitu sebaiknya praktek
lapang ini dilaksanakan pada daerah yang memiliki areal peternakan yang lebih
luas, sehingga tidak menyulitkan praktikan dalam merespoden untuk diwawancarai,
praktikan dapat mengetahui bagaimana struktur sosial masyarakat yang berprofesi sebagai peternak.
Saran kami untuk
Asisten yaitu sebaiknya waktu lebih diefisienkan, dan kebaikan, keseriusan, kelucuan sebaiknya
dijaga dan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin.
Zainal. 2003. Meningatkan Produktivitas
Ayam Ras Petelur. Depok:Agromedia
Ahmad,Abu,Drs.2003.Ilmu social Dasar.Jakarta
:Rhineka Cipta
Anonim,
2009. Pengertian Masyarakat Pedesaan.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/pengertian-masyarakat-pedesaan.html/
Anonim,
2010. Masyarakat dan Masyarakat Pedesaan.
http://fadlyghopal.wordpress.com/2010/12/04/masyarakat-dan-masyarakat-pedesaan.html/
Aritonang,
L, dkk.2007.Laporan Praktek Lepang Sosiologi Pedesaan Fakultas Peternakan dan
Perikanan UMPAR. Pare-pare.
Damandri.2010.Sosiologi Pedesaan.http://blog.unila.ac.id/rone/matakulaih/
sosiologi-pedesaan/html.
David,
Kingsley. 1960. Human Sosiety. New
York : The Macmillan Compang.
Effendi,
Pasandaran., Soentoro., Sumaryanto. 1991. Kelembagaan
dan Rekayasa Sosial Ekonomi Pedesaan.
Jakarta : Gramedia.
Fahradi.2011.Sosiologi.http://learning-of-slametwidodo.com/75=sosiologi/html.
Koentjaraningrat.1967.Metode Penelitian Masyarakat.Gramedia
Pustaka Utama.Jakarta.
Martono
A Priyanto.2007. Membuat Kandang Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nisbet,
Robert, A.1970. The Sosial Bond. An Introduction
to The Study of Sosiety. New York : Alfred A Knopf.
Rasyaf,
M. 2007. Beternak Ayam Petelur.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Sajyago.
1983. Karakteristik Masyarakat Pedesaan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Soerjono,
Soekanto. 2000. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Soerjono,
2010. Sosiologi. Rajawali Press.
Jakarta.