laporan praktek lapang sosper


MAKALAH SOSIOLOGI
     

              POSTMODERNISME
          KELOMPOK V

                         


                          Dwijayanti Syam                     I 111 11 039
                          St. Nur Ramadhani                I 111 11 054
                          Hamri                                       I 111 11 255
                          Eko Pramono                          I 111 11 276
                          Syamsuria                                I 111 11 293
                          M. Yusuf                                  I 111 11 315
                          Syamsul Mardi                        I 111 11 338
                          Darwis                                      I 111 11 374
                          Fitriani                                     I 111 11 901
                          Ruslan                                      I 111 11 903










FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

HALAMAN PENGESAHAN

Judul                            : Struktur Sosial Masyarakat Pedesaan
Laporan           : Disususun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata  
                            Kuliah Sosiologi Peternakan (108 I 1102) di Fakultas
                            Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kelompok        : XIII (Tigabelas)


Asisten Kelompok


Badri Dwi Meyldi

Muhammad Erik Kurniawan
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :


Koordinator Asisten


Muhammad Darwis, S.Pt, M.Si





     

Diketahui Oleh



Dr. Sitti Nurani Sirajuddin S.Pt, M.Si
NIP. 19710521 199702 2 002

Tanggal Pengesahan :       Mei 2012

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu Alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT. karena berkat rahmat,hidayah dan izin-Nyalah sehingga Laporan Praktek Sosiologi Masyarakat Pedesaan ini dapat terselesaikan.
Laporan ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada Mata Kuliah Sosiologi Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman terutama bagi penulis.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan  ini hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun cara penyampainnya. Namun itulah yang terbaik yang mampu dilakukan oleh kami, mulai dari penyusunan laporan sampai penulisan laporan  ini, banyak mengalami hambatan. Dan tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1.        Dr. Sitti Nurani Sirajuddin S.Pt, M.Si (koordinator Mata Kuliah Sosiologi Peternakan), Syahdar Baba, S.Pt, M.Si (koordinator Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan) dan Bapak Ir. Hamid Hoddin, MS, serta Ibu Agustina Abdullah, S.Pt, M.Si, sebagai dosen- dosen kami.
2.        Muhammad Darwis, S.Pt, M.Si selaku koordinator asisten yang banyak memberi bantuan dan pengarah dalam pelaksaan praktek lapang ini.
3.        Badri Dwi Meyldi sebagai asisten kelompok kami yang banyak membantu dalam menyelesaikan laporan kami.
4.        Kedua Orang Tua kami yang telah memberi perhatian dan pengertian baik dari segi materi maupun dari segi kasih sayang.
5.        Dan teman- teman yang telah memberi informasi mengenai Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan ini.
Dalam proses pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu kami menerima kritik atau saran teman-teman, dosen dan pembaca, demi kesempurnaan untuk laporan kedepannya.
         

Makassar,       Mei  2012

Penulis





DAFTAR ISI




HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i


DAFTAR TABEL





BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

                 Sosiologi (1829) yang berasal dari kata latin “socias” yang berarti “kawan” dan kata yunani “Logos” yang berarti “kata” atau “berbicara”. Jadi sosiologi berarti “berbicara mengenai masyarakat”. Bagi Auguste Comte, Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir dari pada perkembangan ilmu pengetahuan yang harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat.
                 Sosiologi pedesaan mempelajari  kehidupan sosial organisasi atau kelompok beserta perubahan-perubahannya sebagaimana konsekuensi dari adanya proses sosial. Objek study Sosiologi pedesaan adalah seluruh penduduk dipedesaan yang menerus atau sementara tinggal di desa.
                 Pemaknaan struktur sosial akan sangat berkaitan dengan komunitas sebagai satu kesatuan system social. Komunitas adalah suatu unik atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dan kepentingan bersama, baik bersifat fungsional maupun teritorial.
                 Struktur sosial menunjukkan pada fakta bahwa tindakan individu-individu yang berinteraksi dipolakan dalam kaitan dengan posisi masing-masing dalam interaksi tersebut. Konsep struktur sosial yang di maksud adalah pola-pola dalam pengorganisasian sosial, yaitu berhubungan antar status dan peranan yang relatif bersifat mantap. Struktur sosial merupakan jaringan dari unsure sosial pokok dalam masyarakat : kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi, kekuasaan, dan wewenang. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya Praktek Lapang Sosial Peternakan.

I.2. Maksud Dan Tujuan


                 Maksud dari kegiatan Praktik Lapang Sosiologi ini adalah untuk melihat dan mengetahui secara langsung apa saja berhubungan dan interaksi sosial Peternakan Ayam Ras Petelur di kecamatan Marikengange, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.
                 Tujuan dari pelaksanaan Praktik Lapang Sosiologi ini adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara berinteraksi dengan masyarakat pedesaan di Kabupaten Sidrap dan membandingkan dengan teori.







BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1      Tinjauan Umum Ayam Petelur

                 Asal mula ayam petelur berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan ukurannya sedang. Tahun demi tahun ayam hutan dari berbagai wilayah didunia ini diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arak seleksi ditujukan pada produksi yang banyak. Karena ayam hutan tadi dapat di ambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan Ayam Broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak mengenal banyak klasifikasi ayam. (Rasyaf, 2007).
                   Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode itu adalah ayam ras petelur White Leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipasti orang terhadap daging ayam ras cukup lama sehingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan Ayam Broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna atau ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan ketat inilah yang menandakan maraknya peternakan ayam petelur. ( Rasyaf, 2007)
                   Ayam petelur merupakan hasil rekayasa genetic berdasarkan karakter-karakter dari ayam-ayam yang sebelumnya ada. Perbaikan-perbaikan genetic terus diupayakan agar mencapai performance yang optimal, sehingga dapat memproduksi telur dalam jumlah yang banyak. Salah satu keuntungan dari telur ayam petelur adalah produksi telurnya yang lebih tinggi dibandingkan produksi telur ayam buras dan jenis unggas lainnya (Rasyaf, 2007).
                   Ayam petelur yang diharapkan hendak diambil telurnya untuk keperluan konsumsi harian harus dipelihara dekat dengan pemeliharaannya sebagai wujud perhatian dan harapan pemeliharaan pada ayam tersebut. Ayam itu dikurung untuk pemeliharaan telurnya agar mudah diambil sehingga ia tidak dapat mencari makan sendiri. Semua kebutuhan ayam terpenuhi oleh pemeliharaannya. Oleh karena itu, pemeliharaan ayam sebaiknya mengetahui jenis makanan dan cara pemberiannya agar ayam dapat berproduksi dengan baik. Makanan dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan ayam secara optimal. Untuk semua itu dibutuhkan beberapa faktor yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Tanah atau areal untuk mengusahakan peternakan ayam. Tanah ini sebaiknya merupakan lading bisnis yang menguntungkan dan mempunyai persyaratan teknis dan bisnis.
2.      Modal kerja, modal ini untuk mengoperasikan peternakan hingga menjadi handal dalam bisnis.
3.      Tenaga kerja dan pengetahuan ikut menentukan kualitas suatu peternakan. (Rasyaf 2007).

II.2      Pengertian Desa

                 Desa merupakan satu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri. Desa terjadi bukan hanya dari satu tempat kediaman masyarakat saja, namun terjadi dari satu induk desan dan beberapa tempat kediaman . Sebagaian darimana hukum yang terpisahkan yang merupakan kesatuan tempat tinggal sendiri kesatuan, mana pendukuhan, ampean, kampung, cantilan, beserta tanah perikanan darat, tanah hutan dan tanah belukar. (Anomim, 2009).
                 Desa menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah No 5/1979 adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI (bermakna desa bukan daerah otonom). Dan yang dimaksud dengan desa menurut Sukardjo Kartohadi adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat dengan pemerintahannya sendiri. Sedangkan menurut Bintaro desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah lain (Anonim, 2009).
                 Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut (Anonim, 2010)
1.    Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
2.    Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan.
3.    Cara berusahan (ekonomi) adalah agrasis yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti : Iklim, Keadaan Alam, Kekayaan Alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
                 Masyarakat pedesaan ditantai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesam warga desa, yaitu perasaan setiap atau anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tiedak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedua untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi cirri masyarakat desa antara lain (Anonim, 2010) :
·           Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya diluar batas wilayahnya.
·           System kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
·           Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
·           Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan sebagainya.
Desa mempunyai beberapa unsure diantaranya (Anonim, 2009)
a.       Daerah, merupakan luas dan batas lingkungan geografis setempat.
b.      Penduduk, hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian, penduduk desa setempat.
c.       Tata kehidupan, menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa.
Fungsi desa, sebagai berikut (Anonim, 2010) :
a.       Sebagai suatu daerah pemberian makanan pokok seperti : padi, jagung, ketela, disamping bahan makanan lain, seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan seperti telur, daging, dan juga susu.
b.      Sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja.
c.       Dari segi kegiatan kerja desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dsb.

II.3      Hakikat Dan Sikap Masyarakat Pedesaan

                 Para ahli atau sumber bahwa masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal dipedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang secara sepintas dinilai orang-orang kota sebagai masyarakat yang adem-ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian, dan keraweran atau kekusutan piker ( Ahmad, 2003).
                 Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah (Ahmad, 2003).
                 Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat penduduk seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat sebagai pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berfikir maju dan keluar dari hakikat itu. Sehingga masyarakat pedesaan mengenal berbagai macam gejala sosial, khususnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa didalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial. Gejala-gejala sosial itu adalah (Soekanto, 2000) :
a.        Konflik (Pertenangan)
            Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga.
b.      Kontraversi (Pertentangan)
      Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep
kebudayaan (adat –istiadat0, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau kontraversi ini dari sudut kebiasaan masyarakat.
c.       Kompetensi (Persiapan)
                 Masyarakat pedesaan adalah manusia pada biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif.
            Kegiatan pada masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain, jadi jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktifitas (Soekarto, 2000).

II.4    Interaksi Sosial Massyarakat Pedesaan

                 Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok manusia, serta antara orang perorangan dan kelompok manusia. Interaksi sosial menurut Astrid, S. Susanto adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses akhirnya memungkinkan. Pembentukkan struktur sosial. Hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interprestasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini (Kingsley, 1960.
Pola-pola hubungan interaksi sosial, antara lain (Soekanto, 2000)
a.       Interaksi sosial antara individu dan individu.
b.      Interaksi sosial antara kelompok sosial dan kelompok sosial.
c.       Interaksi sosial antara individu dan kelompok sosial.
                 Interaksi sosial akan berlangsung apabila terjadi saling aksi dan reaksi antara kedua belah pihak. Suatu interaksi sosial harus terjadi dua arah dan menuntut kegiatan timbale balik. Dari hasil penelitian para ahli, proses interaksi sosial baru akan berlangsung jika suatu aktivitas menciptakan aksi atau mempengaruhi orang lain untuk bereaksi. Berlangsungnya suatu proses interaksi yang didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor (Soekanto, 2000) :
a.       Imitasi, suatu tindakan yang menirukan tindakan, nilai, norma atau ilmu pengetahuan orang atau kelompok yang berinteraksi.
b.      Sugesti, timbul apabila seseorang menerima suatu pandangan atau sikap orang lain secara tidak rasional.
c.       Identifikasi, kecenderungan atau keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain.
d.      Simpati, suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain.
                  Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri atau secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung (Kingsley, 1960). Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
1.        Adanya kontak sosial, suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut (Robert, 1921).
2.        Adanya komunikasi yang memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadi kerja sama tetapi bisa juga terjadi pertikaian karena salah faham atau karena masing-masing tidak mau mengalah (Emory, 1961).
                 Pentingnya ada kontak sosial dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial, dapat diuji pada suatu kehidupan yang terasing (Isolation). Kehidupan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidak mampuan mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak alin (Robert, 1921).

II.5    Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan

                 Pemerintah selama ini cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan, pertumbuhan pasar dperkotaan memang tidak terkait dengan pedesaan disekitarnya. System distribusi dari desa ke kota masih tidak efisien. Hal itu diperparah dengan infrastruktur jalan yang tidak memadai serta kondisi pasar yang belum memenuhi kebutuhan industri pengelohan dan perdangan dipedesaan. Kondisi ini mengakibatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan jauh tertinggal dibandingkan masyarakat yang tinggal diperkotaan. Padahal hampir  sebagian dasar masyarakat kita tinggal dipedesaan dengan sumber pendapatan utama dari sector pertanian, akan tetapi kenapa perekonomian dipedesaan tertinggal (Effendi, 1991).
                 Jumlah penduduk dan angka tenaga kerja dipedesaan tiap tahun terus bertambah, akan tetapi lapangan kerja ataupun usaha tidak berkembang yang mengakibatkan pengangguran bertambah. Akibatnya generasi muda dipedesaan lari keperkotaan hanya untuk mengadu nasib, potensial dipedesaan, hal itu akan berdampak terhadap hilangnya sumber daya manusia potensial dipedesaan, sehingga tidak ada yang membangun daerah pedesaan, aktivitas ekonomi dipedesaan pun terus tertinggal. Sehingga dengan kondisi ini Pemerintah bukan hanya sadar dan tahu tentang itu akan tetapi harus dibuktikan dengan melakukan tindakan pelaksanaan melakukan pembangunan ekonomi dipedesaan dan memanfaatkan SDM yang ada (Sumaryanto, 1991).
                 Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi, inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya terbatas (Effendi, 1991).
                 Masyarakat pedesaan dalam kehidupan sehari-harinya  menggantungkan pada alam dan pemeliharaannya. Alam merupakan segalanya bagi penduduk pedesaan, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengelola alam dengan peralatan yang sangat sederhana, untuk dipetik hasilnya guna memenuhi kebutuhannya. Seperti yang diketahui masyarakat pedesaan yang sering diindentikan sebagai masyarakat agraris yaitu : masyarakat yang kegiatan ekonominya terpusat pada sekter pertanian dan juga peternakan. Selain menjadi petani, masyarakat pedesaan juga menjadi peternak dimana hasil dari ini dapat menjadikan sebagai mata pencahariannya dan sebagai kehidupan ekonomi masyarajat pedesaan (Effendi, 1991).
                 Sektor ini merupakan penting bagi perekonomian kebanyakan didaerah berkembang pada taraf permulaan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun pemerintah tidak memberi perhatian untuk mengadakan perubahan dibidang pertanian maupun peternakan yang dimana sebagai mata pencaharian tersebut menjadi mata pencarian utama pada masyarakat yang tinggal dipedesaan.
Dan seharusnya pemerintah juga mengadakan pembangunan pedesaan agar masyarakat tinggal didesa tidak mengalami ketertinggalan (Soentoro, 1991).

BAB III

METODE PELAKSANAAN PRAKTEK

III.1 Metodologi Praktek

a.    Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan dilaksanakan pada hari Jum’at – Minggu tanggal April 2012 di Desa Allakuang, Kecamatan Mangtengngae, Kabupaten Sidrap (Sidenreng Rappang).
b.   Metode Praktek
Metode Praktek yang digunakan pada Praktek Lapang Sosiologi Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap yaitu Wawancara, Observasi dan Kuestioner.
1)      Wawancara adalah proses penggalian informasi melalui Tanya Jawab antara pewawancara (Interviwer) dengan Narasumber (Interviewe).
2)      Observasi adalah proses mendapatkan informasi-informasi terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dan sebuah fenomena dan kemudian memahami pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya.
3)        Kuestioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik beberapa orang terutama didalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh system yang diajukan atau oleh system yang sudah ada.
c.    Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap yaitu ada 2 sebagai berikut :
1)   Kualitatif  yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
2)   Kuantitatif yaitu penelitian yang melibatkan pengukuran tingkatan suatu cirri tertentu. Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan presentase, rata-rata, kuadrat, dan perhitungan statistic lainnya.
Sumber data yang digunakan pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap ada dua yaitu :
a)    Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber asli atau melalui narasumber yang tepat dan yang dijadikan responden dalam penelitian.
b)      Data sekunder yaitu data yang sudah tersedia, sehingga datanya tinggal dicari dan dikumpulkan. Misalnya diperpustakaan, perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi perdagangan, biro pusat statistik dan kantor-kantor pemerintah.

  Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan memiliki batas-batas wilayah berdasarkan letak geografisnya yaitu sebagai berikut :
a.       Sebelah Utara            : Desa Tanete Kecamatan Maritengngae.
b.      Sebelah Selatan         : Kelurahan Tangpulu Kecamatan Tellulimpoe.
c.       Sebelah Timur           : Kelurahan Arateng Kecamatan Tellulimpoe.
d.      Sebelah Barat            : Desa Takkasi Kecamatan Maritengngae.
1.    Data Populasi Ternak
Berdasarkan data yang diperoleh dari Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap mayoritas populasi ternak penduduk yaitu ternak ayam kampung tetapi selain itu Masyarakat Desa Allakuang, ada juga yang beternak Sapi, Bebek, Kuda, Kambing, Anjing dan Kucing.
Tabel 1 Data Populasi Ternak Desa Allakuang
No
Jenis Ternak
Jumlah Pemilik
Perkiraan Jumlah Populasi
1
Sapi
4 Orang
27 Ekor
2
Ayam Kampung
-
29.807 Ekor
3
Bebek
31 Orang
5.753 Ekor
4
Kambing
13 Orang
155 Ekor
5
Anjing
118 Orang
127 Ekor
6
Kucing
146 Orang
177 Ekor
7
Kuda
1 Orang
3 Ekor
Jumlah
339 Orang
36.049 Ekor
Sumber : Data Sekunder Desa Allakkuang, 2010.

Dari tabel 1 dapat dilihat di Desa Allakuang ini terdapat beberapa jenis ternak yaitu Sapi dengan Jumlah Pemilik 4 Orang dengan Jumlah Populasi 27 Ekor, Ayam Kampung dengan Jumlah Pemilik Tidak Diketahui dan Jumlah Populasi 29.807 Ekor, Bebek dengan Jumlah Pemilik 37 Orang dan Jumlah Populasi 5.753 Ekor, Kambing dengan Jumlah Pemilik 23 Orang dan Jumlah Populasinya 155 Ekor. Kuda dengan Jumlah Pemilik 1 Orang dengan Jumlah Populasi 3 Ekor dan Anjing dengan Jumlah Pemilik 146 Orang dan Jumlah Populasinya 177 Ekor. Jadi Jumlah Total Pemilik Ternak yaitu 339 Orang dan Jumlah Populasinya yaitu 36.049 Ekor.
2.        Data Luas Area Pertanian
Berdasarkan data yang diperoleh dari Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap mengenal kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan mayoritas penduduk memiliki kurang dari 1 ha tetapi selain itu ada juga keluarga yang tidak memilik lahan dapat diihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Data Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Desa
              Allakuang
No
                   Luas Lahan  Pertanian
Jumlah Penduduk
1
Tidak memilik lahan
-
2
Memiliki kurang dari 1 ha
470 Keluarga
3
Memiliki 1.0 ha – 5.0 ha
49 Keluarga
4
Memiliki 5.0 ha – 10 ha
-
5
Memiliki lebih dari 10 ha
-
Jumlah
519 Keluarga
Sumber : Data Sekunder Desa Allakuang, 2010
Dari tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae ada 470 keluarga yang memiliki kurang dari 1 ha dan ada 49 keluarga yang memiliki 1.0 ha – 5.0 ha. Jumlah total pemilik 519 keluarga.

III.3   Metode Pengumpulan Data

1.    Jumlah Responden
Berdasarkan Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di peroleh 5 Responden atas Nama Muslimin, Ahmat, Baharuddin, Upriati, dan Iskandar.
2.    Alamat Responden
Berdasarkan Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan, Alamat
dari 5 Responden yaitu Dusun I, II dan III di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap.
3.      Metode Wawancara
Berdasarkan metode wawancara yang dilakukan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap yaitu :
a)         Wawancara mendalam (Indepth Interview) Yaitu cara mengumpulkan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam merupakan wawancara untuk menggali informasi tentang pandangan, kepercayaan, pengalaman, pengetahuan perilaku informasi mengenai suatu hal secara utuh dengan menggunakan kuesioner.
b)        Alat Komunikasi yaitu cara pengambilan informasi dari responden dengan cara merekam, sehingga data yang diperoleh lebih objektif dan reliable serta waktu yang dibutuhkan dalam menginterprestasinya lebih efisien.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Karakteristik Responden

Masyarakat Desa Allakuang ramah pada pendatang, hal ini terbukti dengan kesediaan mereka untuk memberikan tempat tinggal selama penelitian berlangsung.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap pada pelaksanaan Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan sebagai berikut :
1.        Berdasarkan Tingkat Umur
Pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Kecamatan Maritengngae dilihat dari umur Responden dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di  Desa Allakuang
No
Umur Responden
Nama
1
32 Tahun
Ahmat
2
39 Tahun
Baharuddin
3
40 Tahun
Upriati
4
47 Tahun
Muslimin
5
57 Tahun
Iskandar
6
 31 Tahun
Rahmat
7
52 Tahun
M. Salifuddin
8
52 Tahun
Jumaina
9
20 Tahun
Kamal
10
34 Tahun
Abdul Gafar
11
33 Tahun
Surianti
12
29 Tahun
Sahabuddin
13
55 Tahun
Arsyad
14
45 Tahun
Arsyad
15
43 Tahun
Hj. Fahsiah
16
26 Tahun
Hikmatul. J
17
36 Tahun
Irahma S,Pd
18
40 Tahun
Muliani
19
25 Tahun
Risna
20
48 Tahun
Zyamsiah
21
21 Tahun
Sirman
22
29 Tahun
Jabir
23
29 Tahun
Muhammad Nasir, S.E
24
34 Tahun
Nurdiana
25
60 Tahun
Wa’ Damang
26
28 Tahun
Agus
27
63 Tahun
Hamsah
28
18 Tahun
Gusti
29
29 Tahun
Rahmawati
30
45 Tahun
Muh. Umar
31
33 Tahun
Kaswali
32
22 Tahun
Baharuddin
33
27 Tahun
Masna
34
45 Tahun
Rusli
35
36 Tahun
Paddi
36
42 Tahun
Syahrudin Hasyim
37
42 Tahun
Kasmawati
38
53 Tahun
H. Ibrahim
39
54 Tahun
Kajuding
40
65 Tahun
Mustapa
41
45 Tahun
Dahlia
42
24 Tahun
Fitria
43
52 Tahun
H. Tahan
44
37 Tahun
Ikhsan
45
20 Tahun
Muh.Yunus
46
32 Tahun
Muh. Anton
47
34 Tahun
Nurjannah
48
25 Tahun
Saiful
49
50 Tahun
Rukman
50
30 Tahun
Abd. Raqib
Sumber : Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata umur responden berkisar antara 18-65 tahun, umur tersebut tergolonmg umur yang produktif karena masyarakat di Desa Allakuang mampu mengelolah usaha ternaknya tanpa mementingkan faktor usia. Hal ini seusai dengan pendapat Damandiri (2010), yang menyatakan bahwa umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktifitas petani dalam mengelola usaha ternaknya dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berfikir,  semakin muda umur petani, maka cenderung memiliki sifat yang kuat dan dinamis dalam mengelola usaha ternaknya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari peternak yang sudah berumur tua.
2.    Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae dilihat dari tingkat pendidikan reponden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa   
              Allakuang
No
Tingkat Pendidikan
Nama
1
SMP
Muslimin
2
SMP
Baharuddin
3
SMP
Upriati
4
SMA
Ahmad
5
SMA
Iskandar
6
SMA
Rahmat
7
SI
M. Salifuddin
8
SD
Jumaina
9
SMA
Kamal
10
SMA
Abdul Gafar
11
SMA
Surianti
12
SMA
Sahabuddin
13
Tidak Tamat SD
Arsyad
14
SMA
Arsyad
15
SMA
Hj. Fahsiah
16
SMA
Hikmatul. J
17
SI
Irahma S,Pd
18
SMA
Muliani
19
Perguruan Tinggi
Risna
20
SMEA
Zyamsiah
21
SMA
Firman
22
SMK
Jabir
23
SI
Muhammad Nasir, S.E
24
SD
Nurdiana
25
SD
Wa’ Damang
26
SD
Agus
27
SMA
Hamsah
28
SD
Gusti
29
SMA
Rahmawati
30
SMA
Muh. Umar
31
SD
Kaswali
32
SMA
Baharuddin
33
Tidak Tamat SD
Masna
34
SD
Rusli
35
Tidak Tamat SD
Paddi
36
SMA
Syahrudin Hasyim
37
SMP
Kasmawati
38
SMP
H. Ibrahim
39
SMP
Kajuding
40
SD
Mustapa
41
SMP
Dahlia
42
D2
Fitria
43
SD
H. Tahan
44
SMP
Ikhsan
45
Perguruan Tinggi
Muh.Yunus
46
SMA
Muh. Anton
47
SI
Nurjannah
48
D2
Saiful
49
SMA
Rukman
50
SMP
Abd. Raqib
Sumber : Data Primer yang sudah diolah Di Desa Allakuang, 2012
            Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata masyarakat di Desa Allakuang tingkat pendidikannya masih rendah yaitu SI 4  respondena, D2 2 orang responden, Perguruan tinggi 2  orang responden, SMA 19 orang responden, SMP 9 responden, SMP 9 orang, Tidak tamat SD 3 orang responden. Ini membuktikan bahwa masyarakat di Desa Allakuang kurang peduli dengan pentingnya pendidikan, mereka merasa lebih baik bekerja. Hal ini sesuai pendapat Fachrudi (2011) yang menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di desa kebanyakan masih memiliki pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan faktor ekonomi dan sarana pendidikan/sekolah dipedesaan masih sangat kurang.
3.    Berdasarkan  Jenis Kelamin
Pada Pratek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap dilihat berdasarkan jenis kelamin pada tabel dibawah ini :
Tabel 5 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Allakuang
No
Jenis Kelamin
Nama
1
Laki-Laki
Muslimin
2
Laki-Laki
Baharuddin
3
Laki-Laki
Ahmat
4
Laki-Laki
Iskandar
5
Perempuan
Upriati
6
Laki-Laki
Rahmat
7
Laki-Laki
M. Salifuddin
8
Perempuan
Jumaina
9
Laki-Laki
Kamal
10
Laki-Laki
Abdul Gafar
11
Perempuan
Surianti
12
Laki-Laki
Sahabuddin
13
Laki-Laki
Arsyad
14
Laki-Laki
Arsyad
15
Perempuan
Hj. Fahsiah
16
Perempuan
Hikmatul. J
17
Perempuan
Irahma S,Pd
18
Perempuan
Muliani
19
Perempuan
Risna
20
Perempuan
Zyamsiah
21
Laki-Laki
Firman
22
Laki-Laki
Jabir
23
Laki-Laki
Muhammad Nasir, S.E
24
Perempuan
Nurdiana
25
Laki-Laki
Wa’ Damang
26
Laki-Laki
Agus
27
Laki-Laki
Hamsah
28
Perempuan
Gusti
29
Perempuan
Rahmawati
30
Laki-Laki
Muh. Umar
31
Laki-Laki
Kaswali
32
Laki-Laki
Baharuddin
33
Perempuan
Masna
34
Laki-Laki
Rusli
35
Laki-Laki
Paddi
36
Laki-Laki
Syahrudin Hasyim
37
Perempuan
Kasmawati
38
Laki-Laki
H. Ibrahim
39
Laki-Laki
Kajuding
40
Laki-Laki
Mustapa
41
Perempuan
Dahlia
42
Perempuan
Fitria
43
Laki-Laki
H. Tahan
44
Laki-Laki
Ikhsan
45
Laki-Laki
Muh.Yunus
46
Laki-Laki
Muh. Anton
47
Perempuan
Nurjannah
48
Laki-Laki
Saiful
49
Laki-Laki
Rukman
50
Laki-Laki
Abd. Raqib
Sumber : Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat jenis kelamin yang paling dominan yaitu laki-laki karena laki-laki merupakan kepala rumah tangga yang memiliki tanggung jawab yang besar untuk  menghidupi keluarganya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1967) yang menyatakan bahwa seorang suami adalah kepala keluarga, namun tidak berarti bahwa istri memiliki status lebih rendah karena ia bertanggung jawab terhadap kelangsungan keluarga.
4.    Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap dapat dilihat berdasarkan tingkat pendapatan pada tabel dibawah ini :
Tabel 6 Distribusi Responde berdasarkan tingkat Pendapatan di Desa Allakuang
No
Tingkat Pendapatn
Nama
1
Rp. 20.000.000/bulan
Muslimin
2
Rp. 10.000.000/ 6 bulan
Baharuddin
3
Rp. 10.000.000/bulan
Ahmat
4
Rp.   2.000.000/bulan
Iskandar
5
Rp. 1.500.000/bulan
Upriati
6
Rp. 2.000.000/bulan
Rahmat
7
Rp. 10.000.000/bulan
M. Salifuddin
8
Rp. 7.000.000/bulan
Jumaina
9
-
Kamal
10
Rp. 5.000.000/bulan
Abdul Gafar
11
Rp. 1.000.000 /bulan
Surianti
12
Rp. 22.500.000 /bulan
Sahabuddin
13
Rp. 4.000.000 /bulan
Arsyad
14
Rp. 2.000.000 /bulan
Arsyad
15
Rp.1.500.000/bulan
Hj. Fahsiah
16
Rp. 3.000.000/bulan
Hikmatul. J
17
Rp. 1.500.000/bulan
Irahma S,Pd
18
Rp. 500.000/bulan
Muliani
19
Rp. 3.000.000/bulan
Risna
20
Rp. 2.000.000/bulan
Zyamsiah
21
Rp. 400.000/bulan
Firman
22
Rp. 1.000.000/bulan
Jabir
23
Rp. 3.000.000/bulan
Muhammad Nasir, S.E
24
Rp. 100.000/bulan
Nurdina
25
Rp. 10.000.000/6 bulan
Wa’ Damang
26
Rp. 2.500.000/bulan
Agus
27
Rp. 500.000/bulan
Hamsah
28
Rp. 1.500.000/bulan
Gusti
29
Rp. 3.000.000/bulan
Rahmawati
30
Rp. 3.000.000/bulan
Muh. Umar
31
Rp. 1.000.000/bulan
Kaswali
32
RP. 200.000/bulan
Baharuddin
33
Rp. 300.000/bulan
Masna
34
Rp. 1.500.000/bulan
Rusli
35
Rp. 150.000/bulan
Paddi
36
Rp 625.000/bulan
Syahrudin Hasyim
37
Rp 2.250.000/bulan
Kasmawati
38
Rp 6.000.000/bulan
H. Ibrahim
39
Rp 2.000.000/bulan
Kajuding
40
Rp 11.250.000/bulan
Mustapa
41
Rp. 4.000.000/bulan
Dahlia
42
Rp. 3.000.000/bulan
Fitria
43
Rp. 3.000.000/bulan
H. Tahan
44
-
Ikhsan
45
Rp. 400.000/bulan
Muh.Yunus
46
Rp. 1.000.0000/bulan
Muh. Anton
47
Rp. 1.000.000/bulan
Nurjannah
48
Rp. 1.000.000/bulan
Saiful
49
Rp. 3.000.000/bulan
Rukman
50
Rp. 1.000.000/bulan
Abd. Raqib
Sumber : Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat tingkat pendapatan yang paling tinggi yaitu Muslimin sebesar Rp  22.500.000/Bulan sedangkan paling rendah yaitu Nurdina yang hanya sebesar 100.000/bulan bulan, disebabkan oleh usaha ternak yang dimiliki Sahabuddin memperoleh keuntungan yang lebih besar sedangkan yang memperoleh pendapatan rendah disebabkan karena usaha taninya pasang surut. Hal ini sesuai dengan pendapat Aritonang (1993) yang menyatakan bahwa  kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.

5.    Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap dilihat berdasarkan jenis pekerjaan pada tabel dibawah ini.
Tabel 7 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Allakuang
No
Tingkat Pendapatan
Nama
1
Peternak
Muslimin
2
Petani
Baharuddin
3
Wiraswasta dan Kontraktor
Ahmat
4
Pembuat Batu Nisan
Iskandar
5
Dukun Beranak
Upriati
6
Peternak
Rahmat
7
Guru/petani
M. Salifuddin
8
Petani
Jumaina
9
Mahasiswa
Kamal
10
Peternak
Abdul Gafar
11
Ibu rumah tangga
Surianti
12
Wiraswasta/Peternak
Sahabuddin
13
Petani
Arsyad
14
Satpol PP/Petani
Arsyad
15
Ibu Rumah Tangga
Hj. Fahsiah
16
Peternak/Guru Mengaji
Hikmatul. J
17
Guru TK
Irahma S,Pd
18
Ibu Rumah Tangga
Muliani
19
Mahasiswa/Pegawai Swasta
Risna
20
Ibu Rumah Tanngga/Peternak
Zyamsiah
21
Mahasiswa/Karyawan Toko
Firman
22
Pedagang/Penyanyi
Jabir
23
Wakil Ketua BPD/Karyawan
Muhammad Nasir, S.E
24
Ibu Rumah Tangga/Tukang Jahit
Nurdina
25
Petani
Wa’ Damang
26
Peternak
Agus
27
Petani
Hamsah
28
Ibu Rumah Tangga
Gusti
29
Ibu Rumah Tangga
Rahmawati
30
Karyawan PT Pos
Muh. Umar
31
Penjual nasi kuning/Pengrajin batu nisan
Kaswali
32
Pengerajin batu nisan
Baharuddin
33
Ibu Rumah Tangga
Masna
34
Petani/ Pengerajin Nisan
Rusli
35
Pengerajin Nisan
Paddi
36
Pengrajin batu & petani
Syahrudin Hasyim
37
IRT & pengurus ta’lim
Kasmawati
38
Wiraswasta & pegawai masjid
H. Ibrahim
39
Pension PU & petani
Kajuding
40
Peternak & petani
Mustapa
41
  Ibu Rumah Tangga
Dahlia
42
Ibu Rumah Tangga/Peternak
Fitria
43
Bengkel
H. Tahan
44
Peternak
Ikhsan
45
Kepala Lingkungan/Guru mengaji
Muh.Yunus
46
Wiraswasta
Muh. Anton
47
Guru/Peternak
Nurjannah
48
Honerer/Peternak
Saiful
49
Wiraswasta
Rukman
50
Pembuat batu nisan
Abd. Raqib
Sumber : Data Primer yang sudah diolah di Desa Allakuang, 2012.
            Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat jenis-jenis pekerjaan dari 50 responden yaitu peternak yang memiliki jumlah pendapatan yang paling besar di Desa Allakuang. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Soekawi (1986) yang menyatakan bahwa pada umumnya, ciri-ciri usaha tani yang ada di Indonesia berlahan sempit, permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang dinamik, serta pendapatan petani rendah.

IV.2 Kasus Yang Diangkat

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap permasalahan-permasalahan yang sering timbul yaitu sebagai berikut :
1.    Organisasi/Lembaga atau Kelompok Sosial tidak sesua dengan fungsinya.
Menurut Muslimin (47 Tahun) yang berprofesi sebagai peternak mengatakan bahwa kelompok sosial yang saya ikuti tidak sesuai dengan apa yang saya ketahui tentang kelompok sosial. Disini kelompok sosial yang saya ikuti hanya sekedar tempat untuk membeli pakan ternak sehingga saya tidak percaya kalau kelompok-kelompok sosial dapat mempermudah usaha ternak yang saya tekuni ini sudah lama berkisar 17 tahun dengan biaya sendiri.
2.    Kurangnya dana untuk membuka usaha sendiri.
Menurut Baharuddin (39 Tahun) yang berprofesi sebagai butuh tani merasa pendapatan yang dia peroleh tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Keinginannya untuk membuka usaha sendiri belum bisa terwujudkan karena minimnya dana dan bantuan dari pemerintah daerah.
3.    Kurangnya penyuluhan mengenai masalah peternakan/pertanian di Desa Allakuang.
Menurut Muslimin (47 Tahun) dan Baharuddin (39 Tahun) di Desa Allakuang hampir tidak pernah ada penyuluhan. Padahal sebagian peternak/petani di Desa ini memiliki pengetahuan serta wawasan yang masih kurang untuk dapat memahami permasalahan yang mereka hadapi dan memikirkan cara menyelesaikan masalah tanpa harus menimbulkan masalah baru/lain agar dapat mencapai tujuan sehingga tugas agen penyuluh sangat berarti dan membantu hambatan tersebut dengan cara menyediakan atau memberikan informasi serta cara menyikapi setiap masalah yang timbul.

4.    Minimnya Tingkat Pendidikan
Menurut Abdul Gaffar yang berprofesi  sebagai peternak mengatakan bahwa tidak perlu mengikuti atau membuat kelompok ternak karena dia merasa tidak ada gunanya, lebih baik beternak sendiri karena lebih menguntungkan.
5.    Pengenalan Teknologi kepada masyarakat yang kurang memadai
Menurut Sahabuddin  Teknologi pengolahan pakan ternak, kurang diperkenalkan kepada masyarakat peternak, sehingga masyarakat lebih banyak menggunakan atau mengolah pakannya secara tradisonal yang membutuhkan waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan menggunakan mesin.

IV.3 Pembahasan Kasus

Teori Structural-Fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat dimana teori ini merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori system umum dimana pendekatan fungsionalisme yang di adopsi dari ilmu alam, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan system. Fungsionalisme structural atau analisa system pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling dalam mempertahankan hidup dan kesejahteraan seluruh masyarakat atau sub system utama dari masyarakat tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pada Praktek Lapang Sosiologi Masyarakat Pedesaan di Desa Allakuang Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap diperoleh berbagai macam permasalahan yang dihadapi masyarakat di Desa ini yaitu kurangnya interaksi antara masyarakat dan pemerintah daerah sehingga mempengaruhi pada struktur sosial dalam berorganisasi atau membentuk kelompok sosial akibatnya pemerintah daerah disini tidak sesuai dengan konsep fungsinya padahal kelompok ini dapat mempermudah peternak maupun petani karena memberikan banyak informasih dan menambah pengetahuan mengenai permasalahan yang biasa mereka hadapi atau terjadi pada bidang peternakan maupun pertanian. Faktor itu juga yang menyebabkan tidak adanya penyuluhan di Desa Allakuang sehingga masyarakat peternak/petani tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas mencakup bidangnya untuk mendapat memahami permasalahan yang mereka hadapi dan cara menyelesaikannya. Dan minimnya atau kurangnya modal (dana) merupakan permasalahan yang dominan dihadapi masyarakat di Desa ini sehingga untuk membuka usaha sendiri hanya kemungkinan kecil bisa terwujud tetapi sudah ada beberapa masyarakat yang memiliki usaha ternak/tani sendiri, serta pengenalan teknologi pengolahan pakan ternak yang kurang diperkenalkan kepada masyarakat, sehinnga peternak mengolah pakan dengan proses yang lebih lama bila dibandingkan dengan menggunakan mesin.
Oleh karena itu teori fungsional struktural menjelaskan setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam masyarakat tersebut. Functional Inperature pada Goal Attainment Contohnya Pemerintah bertugas untuk mencapai tujuan umum pendapat ini dikemukakan oleh Taloot Parsons (1960).

BAB V

P E N U T U P

A.    Kesimpulan

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan  maka dapat disimpulkan  bahwa masyarakat Desa Allakkuang, Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidrap memiliki permasalahan permasalahan yang sering timbul yaitu rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya investasi atau modal sehingga masyarakat sulit untuk memajukan usaha atau membuka usaha sendiri, organisasi atau lembaga kelompok sosial yang tidak sesuai dengan fungsinya, kurangnya penyuluhan mengenai masalah peternakan atau pertanian, serta pengenalan teknologi kepada masyarakat yang kurang memadai. Kasus atau masalah ini timbul karena kurangnya sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat, dan interaksi sosial yang kurang terjalin serta tidak berfungsinya teori stuktural  fungsional di dalam masyarakat setempat. Adapun solusi yang dapat kami usulkan yaitu sebaiknya pemerintah setempat berperan akif dalam dalam menangani masalah atau kasus sosial yang terjadi serta memberikan fasilitas kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat berorganisasi dalam suatu kelompok sosial.





B.     Saran


Saran kami selama praktek lapang sosiologi perkotaan dan perdesaan yaitu sebaiknya praktek lapang ini dilaksanakan pada daerah yang memiliki areal peternakan yang lebih luas, sehingga tidak menyulitkan praktikan dalam merespoden untuk diwawancarai, praktikan dapat mengetahui bagaimana struktur sosial masyarakat yang  berprofesi sebagai peternak.
Saran kami untuk Asisten yaitu sebaiknya waktu lebih diefisienkan, dan  kebaikan, keseriusan, kelucuan sebaiknya dijaga dan ditingkatkan.















DAFTAR PUSTAKA


Abidin. Zainal. 2003. Meningatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Depok:Agromedia

Ahmad,Abu,Drs.2003.Ilmu social Dasar.Jakarta :Rhineka Cipta
Anonim, 2009. Pengertian Masyarakat Pedesaan. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/pengertian-masyarakat-pedesaan.html/


Aritonang, L, dkk.2007.Laporan Praktek Lepang  Sosiologi Pedesaan Fakultas Peternakan dan Perikanan UMPAR. Pare-pare.

Damandri.2010.Sosiologi Pedesaan.http://blog.unila.ac.id/rone/matakulaih/
sosiologi-pedesaan/html.

David, Kingsley. 1960. Human Sosiety. New York : The Macmillan Compang.

Effendi, Pasandaran., Soentoro., Sumaryanto. 1991. Kelembagaan dan Rekayasa Sosial Ekonomi Pedesaan. Jakarta : Gramedia.

Fahradi.2011.Sosiologi.http://learning-of-slametwidodo.com/75=sosiologi/html.

Koentjaraningrat.1967.Metode Penelitian Masyarakat.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Martono A Priyanto.2007. Membuat Kandang Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nisbet, Robert, A.1970. The Sosial Bond. An Introduction to The Study of Sosiety. New York : Alfred A Knopf.

Rasyaf, M. 2007. Beternak Ayam Petelur. Jakarta : Penebar  Swadaya.

Sajyago. 1983. Karakteristik Masyarakat Pedesaan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soerjono, Soekanto. 2000. Sosiologi : Suatu  Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Soerjono, 2010. Sosiologi. Rajawali Press. Jakarta.



LAMPIRAN